Istilah Internet of Things (IoT) pertama kali disampaikan oleh Kevin Aston sekitar tahun 1999 (Aston, 2009). IoT dapat digambarkan dalam sebuah kumpulan perangkat yang terhubung ke perangkat lain pada jaringan internet. Perangkat tersebut terdiri dari Things yang bertugas untuk merekam data pada sebuah lingkungan atau objek. Hasil rekaman yang berupa data, kemudian diteruskan atau dikirm ke sebuah aplikasi yang berada pada internet. Data yang didapat, berikutnya diolah lebih lanjut untuk menampilkan informasi yang tersimpan di balik sekumpulan data. Manfaat penerapan IoT, data dari sebuah lingkungan dapat diakses dari manapun dan kapan pun.
Dari manfaat yang ditawarkan oleh IoT, menjadikan teknologi ini diterapkan pada berbagai bidang. Contohnya pada dunia kesehatan; IoT diterapkan pada sistem pemantauan kondisi kesehatan seorang pasien secara terus menerus dan berkala. Hal ini dicapai dengan memanfaatkan sensor kesehatan yang terhubung dengan sistem pemantauan pada rumah sakit. Pada bidang pertanian; IoT dapat diterapkan pada sistem pemantauan kondisi sebuah lahan pertanian dan status pertumbuhan sebuah tanaman. Selain itu, pada lingkungan yang menjadi pusat aktivitas manusia dapat diwujudkam dalam sebuah sistem rumah pintar, dengan mengontrol lampu di rumah, memantau kondisi rumah melalui kamera dan masih banyak lainnya. Dari beberapa literatur, IoT terbagi menjadi beberapa layer. Layer tersebut terdiri dari Layer infrastruktur, Layer network, Layer middleware, dan Layer aplikasi. Seperti yang terlihat pada gambar 1.1.
Layer infrastruktur terdiri dari beberapa node sensor, dimana tempat Things berada dan umumnya berada pada jaringan Intranet. Things dapat diwujudkan dari sebuah sensir yang terhubung dengan minikomputer. Sensor bertugas merekam data, minikomputer bertugas mengolah data dan mengirim data ke Layer berikutnya menggunakan protokol dan antarmuka komunikasi. Karakteristik umum dari node sensor adalah sumber daya yang terbatas, dari segi komputasi dan utilitas perangkat.
Gambar 1.1. Layer pada Internet of Things |
Gambar 1.2. Alur Komunikasi pada IoT |
Antara tiap Layer terdapat Layer network yang bertugas menghubungkan antara keduanya. Pada Layer ini terdapat beberapa jenis media komunikasi yang digunakan, contohnya : Wireless Local Area Networking (WLAN), Long Range (LoRa), jaringan seluler (GSM), Narrowband Internet of Things (NB-IoT), Bluetooth Low Energy (BLE) dan Wireless Personal Area Network (WPAN). Berikutnya terdapat protokol komunikasi yang digunakan untuk pertukaran pesan yaitu protokol komunikasi Message Queuing Telemetry Transport (MQTT) dan Constrained Application Protocol (CoAP).
Gambar 1.3. Protokol Tiap Layer pada IoT |
Komunikasi antara sati entitas pada IoT dijembatani oleh media komunikasi dan protokol komunikasi. Media komunikasi yang umum digunakan pada IoT adalah jaringan berbasis nirkabel. Hal ini dikarenakan jaringan berbasis nirkabel memungkinkan penempatan perangkat secara dinamis, artinya tidak terpaku pada suatu lokasi. Selain itu terdapat tantangan terkait keterbatasan sumber daya yang menjadi karakteristik dari perangkat "Things", sehingga menjadi dasar dalam pemilihan media komunikasi yang menawarkan penggunaan daya rendah. Contohnya terdapat beberapa perangkat dengan kode standar 802.15.4.
Pada perangkat yang mampu bekerja dengan protokol TCP/IP, maka dapat digunakan media komunikasi berbasis 802.11 atau WiFi. Pengalamatan selain menggunakan IPv4, dapat digunakan IPv6 untuk mendukung identitas peranagkat dengan jumlah besar. Untuk bertukar pesan antar perangkat juga tersedia protokol perpesan dengan perangkat IoT yaitu MQTT dan CoAP.
Layer middleware bertugas menghubungkan antara layer infrastruktur dan Layer aplikasi. Layer middleware diperlukan untuk menjawab keterbatasan akses Internet dari Things dan tantangan interoperabilitas. Layer aplikasi bertugas menyimpan dan memproses data lebih lanjut atau berfungsi untuk mengelola data. Data yang dikirim oleh node sensor tidak berarti jika tidak diolah dan aplikasi pengolah data pada umumnya berada di lingkungan Internet, hal ini karena dukungan perangkat komputasi yang mendukung skalabilitas (Al-Fuqaha dkk., 2015) (Sharma dan Gondhi, 2018).
0 Komentar